Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Mempelajari ilmu apa saja pada dasarnya adalah
kewajiban atas setiap muslim dan hal inipun berulang-ulang ditekankan oleh
al-Qur’an dan Hadis. Dengan
ilmu orang bisa selamat dalam beramal, dengan ilmu juga orang bisa mendapatkan
kebahagiaan dan dengan ilmu juga seorang muslim tidak bisa dipermainkan,
dibodohi ataupun direndahkan oleh orang lain.
Rasulullah Saw bersabda : ‘ Wahai Abu Dzar, hendaklah engkau pergi
mempelajari satu ayat dari kitab Allah adalah lebih baik bagimu daripada engkau
Sholat seratus rakaat; dan hendaklah engkau pergi mempelajari suatu bab ilmu
yang dapat diamalkan ataupun belum dapat diamalkan maka adalah hal tersebut
lebih baik untukmu daripada engkau Sholat seribu rakaat’ – Hadis Riwayat Ibnu Majah
Berbicara mengenai ilmu ghaib merupakan ilmu
yang berhubungan dengan hal-hal yang tidak secara langsung tampak oleh panca
indera dan memerlukan alat diluarnya untuk membantu memahami dan melihatnya ;
Karenanya seorang ilmuwan yang mempelajari ilmu tentang mikroba atau virus bisa
juga disebut sedang mempelajari ilmu ghaib karena mikroba atau virus tidak dapat
terlihat secara kasat mata dan hanya bisa dilihat melalui alat bantu bernama
mikroskop atau sejenisnya; begitu pula orang-orang yang mendalami ilmu tentang
ketuhanan pada hakekatnya juga bisa dikatakan mempelajari ilmu ghaib, sebab
mereka tengah mempelajari zat yang tidak bisa dijangkau oleh penglihatan lahir
namun mampu dilihat dengan mata batin.
Memang secara umum orang akan mengkaitkan ilmu
ghaib dengan suatu ilmu yang mempelajari hal-hal supranatural bahkan berhubungan
erat dengan makhluk-makhluk halus lengkap dengan segala pernak-pernik
mistikismenya seperti berpuasa, berpantang makan-makanan tertentu, melafaskan
asma atau dzikir dari ayat-ayat al-Qur’an sekian ratus kali, tidak boleh memakai pakaian berwarna serta
berbagai ragam hal yang bersifat klenik lainnya. Menarik bila kita melihat
pendapat Dr. Scott Peck [1] sehubungan dengan hal ini :
Bahwa dalam berpikir tentang keajaiban,
biasanya manusia selalu membayangkan hal-hal yang terlalu dramatis. Ibarat kita
mencari semak yang terbakar, terbelahnya lautan dan suara-suara dari syurga.
Padahal kita dapat melihat kejadian sehari-hari didalam hidup kita sebagai bukti
adanya keajaiban tersebut, sekaligus mempertahankan orientasi ilmiah kita .
Mungkin pernyataan tersebut bagi sebagian orang
dianggap berlawanan dengan pandangan segala macam aliran kepercayaan, filsafat,
kebudayaan maupun ajaran-ajaran agama. Mereka akan menolak dengan gigih seraya
mengatakan bahwa hal ghaib tidak bisa diuraikan melalui metode ilmiah atau ada
juga yang berseru bahwa hal ghaib mutlak milik Allah sehingga tidak perlu
diadakan eksperimental dan penelitian. Namun sekalipun demikian menurut
pandangan saya, kita semua harus mengakui bahwa hasil-hasil pengkajian dunia
barat atas beragam fenomena keghaiban yang ada sebagian besar telah membebaskan
kita dari belenggu khayalan yang berlebihan dan sering berbau tahayul.
Selama ini kita telah terlalu berlebihan dalam
memanfaatkan otak kanan yang mengurusi hal-hal yang bersifat intuitif dan mistik
serta cenderung mengabaikan fungsi otak kiri yang bersifat analistis dan
rasional. Melalui hasil penelitian dan pengkajian secara ilmiah juga kita tidak
lagi mudah percaya terhadap apa yang disebut gejala-gejala paranormal. Kita
mulai bisa membedakan antara yang palsu dan yang benar atau bisa jadi fenomena
ghaib tersebut berasal dari halusinasi, histerisme maupun hipnotisme.
Oleh karena itu, mempelajari ilmu ghaib dalam
perspektif ilmiah dapat dibenarkan dan tidak bertentangan dengan norma-norma
agama manapun. Kita jangan mudah mempolitisir ayat, hadis apalagi argumentatif
dari orang-orang yang memang sebenarnya belum mampu berpikiran terbuka dan
universal. Orang-orang seperti ini mungkin sedikit banyak terpengaruh oleh
adanya pengaburan makna antara ghaib yang rasionalis dengan ajaran kebatinan
yang non rasional seperti Theosophie, Yoga, Tantrisme maupun hal-hal lain
seperti yang ada pada ajaran kitab Gatoloco dan Darmagandul [2].
Sesuai kajian ilmu pengetahuan alam modern
bahwa semua benda terdiri dari atom ataupun sekelompok atom, bahkan tubuh
manusia sendiripun terdiri dari atom juga. Memang atom-atom itu berbeda-beda
(kurang lebih seratus macam) tetapi setiap atom mempunyai inti atom yang disebut
nukleus yang dikelilingi oleh butiran-butiran kecil bernama elektron. Setiap
bagian dari atom berisi sejumlah kecil listrik, inti atom bermuatan listrik
positip sedangkan elektron bermuatan listrik negatip. Melalui suatu metode
pelatihan tertentu, manusia dapat mengembangkan listrik yang ada pada dirinya
sehingga mampu mendayagunakan listrik tersebut sesuai yang dikehendakinya.
Kita sering menyaksikan ada orang yang bisa
menghidupkan lampu pijar dengan tangannya, bagaimana pula misalnya seorang Romi
Rafael atau Deddy Corbudzier dapat memberi sugesti pada seseorang untuk
mengikuti perintah yang mereka berikan melalui kekuatan pikiran (hipnotisme dan
magnetisme), lalu kesaksian beberapa orang yang bisa melakukan levitasi
(melayang diatas tanah), proyeksi astral (merogo sukmo) sampai pada melakukan
suatu proses penyembuhan jarak jauh dengan kekuatan tenaga dalamnya, ini bukan
sebuah khayalan semata namun memang terjadi dihadapan kita; adalah sangat tidak
bijaksana apabila kita berusaha menutup mata dengan berbagai fenomena tersebut
dan memberi vonis perbuatan tersebut sebagai ulah Jin atau hal yang sesat.
Mempelajari hal yang bersifat ghaib rasionalis
semacam ini, pada prinsipnya tidak berkaitan dengan doktrin agama atau
kepercayaan manapun, dia bisa dipelajari secara universal. Entah kepercayaannya
Kristen, Budha, Kejawen, Komunis ataupun Islam. Jika ada satu perguruan atau
organisasi yang menggabungkan doa-doa atau amalan tertentu dalam proses
pembelajarannya maka menurut saya hanya sebagai metode dakwah dari sang guru
agar para muridnya mau menjalankan perintah agama dan menggunakan ilmu tersebut
pada jalan kebenaran.
Ilmu (apapun disiplinnya) adalah ibarat pisau,
bisa dipergunakan untuk berbuat kebatilan dan bisa juga dipergunakan untuk hal
yang baik, ilmu dan pisau hanyalah alat, kemana alat ini akan difungsikan
dikembalikan lagi pada diri si-manusianya sebagai subyek yang menggunakan. Kitab
suci al-Qur’an sama sekali
tidak memberikan batasan kepada manusia untuk berpikir (belajar), selama
pemikiran itu tidak menimbulkan ketergelinciran masyarakat pada suatu perbuatan
yang batil maka al-Qur’an
membuka diri terhadap fitrah kemanusiawian tersebut.
Kami akan menunjukkan kepada mereka tanda-tanda
Kami disekitar alam semesta termasuk pada diri mereka sendiri, sehingga
terbuktilah bagi mereka kebenaran itu – Qs. 41 Fushilat : 53
Surah al-Israa 17 ayat 85 yang disebut-sebut
sejumlah orang sebagai dasar larangan Allah untuk manusia mempelajari hal yang
ghaib sebenarnya tidak sesuai dengan maksud ayat itu sendiri yang berbicara
tentang ruh.; Malah pada ayat tersebut didapati suatu pernyataan Allah sendiri
betapapun sedikitnya pengetahuan yang ada pada manusia tentang ruh namun Allah
tetap membuka rahasianya dalam kadar yang tertentu.
Dan mereka akan bertanya kepadamu tentang ruh.
Jawablah : ‘Ruh itu masalah
Tuhanku; dan kamu tidak diberi ilmu mengenainya kecuali sedikit saja’ – Qs. 17 al-Israa : 85
Penafsiran yang sama juga terhadap surah
al-an’aam 6 ayat 59 yang
menyatakan bahwa kunci semua hal ghaib mutlak berada ditangan Allah. ; Ayat
tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan ayat-ayat sebelumnya yang
menceritakan perihal rahmat yang akan diterima oleh orang-orang yang mempercayai
kenabian Muhammad dan perihal azab bagi mereka yang mengingkarinya.
Katakanlah : ‘Kalau ada pada diriku apa yang sangat
kamu harapkan kedatangannya, niscaya berlakulah urusan antara aku dan kamu [3],
namun Allah lebih tahu terhadap orang-orang yang zhalim; Disisi-Nyalah
kunci-kunci hal yang ghaib, tidak akan mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia
mengetahui apa yang ada didarat dan dilaut. – Qs. 6 al-an’aam : 58-59
Tidak ada larangan bagi manusia untuk
mempelajari ilmu telepati yang memungkinkan terjadinya kontak pikiran jarak
jauh, sebab telepati terjadi akibat adanya proses getaran listrik yang terjadi
dibagian dalam otak yang keluar dan meluncur dari pikiran seseorang kepada otak
orang lainnya. Dia dapat bergerak cepat merambat diudara ataupun sebaliknya
menjadi lambat dan mungkin akan tetap tinggal diudara tanpa pernah sampai kepada
obyek tujuannya. Berlatih konsentrasi adalah kunci utama dari kekuatan gelombang
pikiran manusia agar bisa menjalin komunikasi dengan obyeknya.
Karena itulah didalam Islam, Sholat harus
dilakukan dengan konsentrasi ataupun pemusatan pikiran sebagai upaya menjalin
komunikasi dengan Allah sang Pencipta. Semakin bagus tingkat konsentrasi yang
dilakukan maka akan semakin cepat pula terjadinya komunikasi dua arah antara
seorang muslim dengan Tuhannya.
Luruskan mukamu di setiap sholat; dan sembahlah
Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya
- Qs. 7 al-a’raaf 29
- Qs. 7 al-a’raaf 29
Dengan demikian, melalui ilmu telepati juga
kita bisa menjawab kenapa banyak orang yang dalam sholatnya selalu berdoa namun
sedikit sekali doanya tersebut yang diterima oleh Allah. Kita tidak
sungguh-sungguh berkonsentrasi mengalirkan pikiran kepada-Nya, dalam sholat kita
bahkan masih terikat dengan lingkungan, ingat sendal yang hilang, pekerjaan
menumpuk dan sebagainya; semua ini menimbulkan banyaknya getaran yang menuju
dirinya sendiri dan menghalangi keluarnya getaran pikiran yang seharusnya
terpancar keluar menuju Allah.
Jikapun ada yang masih bisa menerobos keluar
maka gelombangnya sudah lebih lemah dan tidak memungkinkan sampai pada tujuan.;
analogi telepon seluler merupakan permisalan yang sangat mudah untuk dijabarkan
dalam hal ini, dimana agar bisa terjadi hubungan komunikasi dua arah maka baik
sipenelepon maupun sipenerima harus berada dalam coverage area dimana
sinyal-sinyal yang diberikan bisa saling menangkap. Satu saja dari keduanya
memiliki pancaran lemah maka hubungan komunikasi bisa dipastikan tidak dapat
berjalan lancar.
Mempelajari tenaga dalampun demikian, tidak
jauh berbeda dengan belajar telepati. Hanya bedanya kalau telepati menggunakan
kekuatan konsentrasi pikiran sedangkan tenaga dalam memanfaatkan kesempurnaan
latihan pernapasan sehingga listrik yang ada didalam tubuh mengembang dan
menghasilkan kekuatan yang luar biasa. Dengan melatih pernapasan yang teratur
maka atom-atom tubuh akan dapat berfungsi sebagai sinar X sehingga bisa
menyembuhkan penyakit tertentu dan bisa juga membuat sipelaku dapat melihat
tembus tanpa dihalangi oleh tembok pemisah (kasyaf).
Albert Einstein membuktikan secara matematik
bahwa semua dialam semesta ini terbentuk dari energi dengan persamaannya yang
terkenal E= MC2, yang menyatakan bahwa semua benda, dari sebuah atom sampai
seekor gajah, terbentuk dari energi. Bahkan stres, penyakit dan trauma emosional
merupakan bentuk atau pola dari energi [4].
Pada tahun 1930-an, seorang ilmuwan Rusia
bernama Semyon Davidich Kirlian bersama istrinya Valentina Kirlian berhasil
menangkap gambar dari aura atau bentuk energi listrik yang ada disekeliling
tubuh manusia melalui suatu proses fotografi. Dalam eksperimennya, kedua orang
ini berhasil mengembangkan sebuah metode yang dapat memindahkan wujud medan
sinar keatas lembaran kertas fotografis dengan perantaraan sebuah alat generator
percik, dimana melalui alat ini Kirlian dan istrinya dapat membangkitkan getaran
frekuensi tinggi, yakni rata-rata 150.000 getaran perdetiknya, sehingga apabila
ada obyek misalnya berupa selembar daun, sebuah tangan manusia berikut aura
(listrik) yang mengelilinginya akan dapat digetarkan perwujudannya keatas
lembaran kertas fotografis [5].
Dengan demikian, perihal keberadaan listrik,
energi atau biasa juga disebut orang dengan aura dan prana didalam diri manusia
sudah bukan hal yang tidak masuk akal lagi. Mungkin pada masa yang akan datang
setelah peradaban manusia semakin tinggi seiring dengan perkembangan tekhnologi
yang lebih maju dan semakin dapat membuka sisi ilmiah ilmu ghaib dari hal-hal
yang sebelumnya selalu bercampur dengan mitos dan campur tangan makhluk halus,
ilmu-ilmu ghaib bisa saja dimasukkan dalam kurikulum pelajaran sekolah sebagai
suatu ilmu yang berguna bagi kemaslahatan manusia.
Dan melihatlah orang-orang yang diberi ilmu itu
bahwa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu adalah hal-hal yang benar (logis)
serta memberi petunjuk kepada tuntunan yang Maha Kuasa dan Maha Terpuji. - Qs.
34 Saba’ : 6
Dan akan kamu ketahui kenyataan kabarnya
sesudah waktunya tiba - Qs. 38 Shad : 88
Dalam satu perdiskusian agama disalah satu
mailing list, pernah ada yang menanyakan kepada saya akan persamaan dari
mempelajari ilmu-ilmu ghaib dengan mempelajari ilmu sihir, lebih jauh lagi
mereka mempertanyakan alasan kenapa bila memang kita diperbolehkan belajar hal
yang ghaib tidak ada ketentuan yang jelas dari al-Qur’an maupun Sunnah Nabi-Nya; sehingga
mereka masih meragu untuk mempelajarinya.
Sebenarnya kita bisa mengembalikan penafsiran
ayat-ayat al-Qur’an dan
hadis-hadis Nabi mengenai kewajiban manusia didalam menuntut ilmu secara luas
dan universal. Sebelum kita jawab adakah persamaan antara mempelajari ilmu-ilmu
ghaib seperti telepati, hipnotis, proyeksi astral atau tenaga dalam dengan
mempelajari ilmu sihir, terlebih dahulu perlu dipahami apa itu sihir.
Sihir berasal dari kata as-Sahar, artinya
pertemuan akhir malam dengan awal siang, jadi ada pergeseran dua situasi yaitu
gelap dan terang namun suasana masih samar, dikatakan gelap sudah ada sinar
dikatakan terang masih gelap sehingga sihir dimaksudkan sebagai sebuah perbuatan
yang tidak jelas benar salahnya. Lebih jauh, seorang ulama bernama Ibnu Qudamah
menyimpulkan sihir sebagai bundelan (buhul), mantera-mantera dan ucapan yang
diucapkan atau ditulis atau mengerjakan sesuatu yang menimbulkan pengaruh pada
badan, hati atau akal orang yang terkena sihir tanpa menyentuhnya [6].
Namun al-Qur’an sendiri memberikan gambaran mengenai
sihir sebagai berikut :
• Identik dengan
perbuatan setan dan dapat membuat seseorang bercerai (Surah 2 al-Baqarah :
102)
• Bisa membuat mata manusia membayangkan sesuatu yang hakekatnya tidak ada, seperti pertempuran Nabi Musa dengan para tukang sihir Fir’aun (Surah 20 Thaha : 66 dan Surah. 7 al-A’raaf : 116)
• Bisa berupa kata-kata yang memukau atau memikat (Surah. 10 Yunus : 2)
• Bisa berupa sesuatu yang menakjubkan (Surah 15 al-Hijr : 15)
• Ejekan terhadap kebenaran (Surah 37 as-Shaffat : 15 dan Surah 46 al-Ahqaaf : 7)
• Ejekan terhadap mukjizat (Surah 54 al-Qamar : 2)
• Bisa dilakukan dengan meniup-niup tali simpulan, semacam santet, guna-guna dan sebagainya (Surah 113 al-Falaq : 4)
• Bisa membuat mata manusia membayangkan sesuatu yang hakekatnya tidak ada, seperti pertempuran Nabi Musa dengan para tukang sihir Fir’aun (Surah 20 Thaha : 66 dan Surah. 7 al-A’raaf : 116)
• Bisa berupa kata-kata yang memukau atau memikat (Surah. 10 Yunus : 2)
• Bisa berupa sesuatu yang menakjubkan (Surah 15 al-Hijr : 15)
• Ejekan terhadap kebenaran (Surah 37 as-Shaffat : 15 dan Surah 46 al-Ahqaaf : 7)
• Ejekan terhadap mukjizat (Surah 54 al-Qamar : 2)
• Bisa dilakukan dengan meniup-niup tali simpulan, semacam santet, guna-guna dan sebagainya (Surah 113 al-Falaq : 4)
Dengan demikian, berdasarkan kriteria
al-Qur’an diatas bisa kita
tarik kesimpulan bahwa sihir ternyata bisa juga mencakup pidato atau ceramah
memukau yang digunakan untuk menggaet massa, sihir bisa pula berupa pertunjukan
hasil kemajuan teknologi modern yang menakjubkan dalam berbagai disiplin ilmunya
dan sihirpun dapat berupa perbuatan yang dilakukan untuk merugikan orang lain,
baik dengan atau tanpa persekutuan dengan setan yang terdiri dari Jin dan
manusia.
Sejumlah ulama masih berbeda pendapat apakah
mempelajari sihir untuk kebaikan dibolehkan atau justru dilarang, sementara jika
kita kembalikan pengertian sihir sebagaimana tersebut diatas maka secara tidak
langsung dapat kita pastikan bahwa sihir bisa dibagi atas dua bagian, yaitu
sihir dalam arti positip dan sihir dalam arti negatip.
Sihir dalam arti negatif yang bertujuan
menyimpangkan manusia dari jalan kebenaran serta membuat orang lain celaka jelas
sangat terlarang, baik oleh norma agama maupun norma hukum kenegaraan.
Sebaliknya sihir dalam arti positip justru sangat wajib untuk dipelajari.
Sebagai tambahan, bahkan seorang A. Hassan,
salah seorang ulama besar yang terkenal berpandangan tegas dalam beragama dari
organisasi Persatuan Islam (Persis) berpendapat bahwa mempelajari ilmu
magnetisme (kekuatan gaib) sama sekali tidak bisa dipersamakan dengan
mempelajari ilmu sihir, karena menurut beliau dalam tiap-tiap urat halus yang
ada diotak maupun diseluruh tubuh manusia tersimpan magnetisme yang justru
menjadi salah satu unsur pokok dari kehidupan yang bilamana unsur ini tidak ada
maka akan matilah manusia tersebut [7].
Untuk menyikapi bentuk-bentuk sihir yang ada
ini, mungkin kita bisa menjadikan hadis berikut sebagai parameter:
Auf bin Malik bertanya : Adalah kami bermantera
pada masa jahiliah ya Rasulullah ! Bagaimana pendapat anda tentang hal ini ?
Maka beliau bersabda : Hadapkan mantera-mantera kamu itu kepadaku, tidak apa-apa
mantera-mantera itu selama tidak ada syirik didalamnya - Hadis Riwayat Muslim
Memang hadis ini tidak berbicara mengenai sihir
melainkan mantera, namun kita bisa mengambil keumuman dari hadis Nabi tersebut
yang intinya menyatakan bahwa semua hal yang tidak ada unsur syirik maka boleh
dikerjakan. Memukau orang lain terhadap kecanggihan teknologi modern, mengajak
massa agar mau melakukan apa yang kita katakan melalui pidato, ceramah,
mempelajari ilmu fisika, kimia, tenaga dalam, hipnotis dan sebagainya adalah
salah satu bentuk sihir yang tentu saja tidak bisa dikatakan terlarang.;
Apa yang disampaikan oleh Nabi kepada
orang-orang dimasanya sebagian besar berupa ayat-ayat yang bersifat muhkamat
atau yang sangat jelas arti dan maknanya (misalnya mengenai larangan judi,
zinah, membunuh, makanan haram dan sebagainya) sementara ada lagi yang
disampaikan oleh beliau dengan pola mutasyabihat (ayat yang memerlukan pemahaman
dan pengkajian secara khusus dan ilmiah) yang tidak bisa disampaikannya secara
langsung mengingat tingkat pemikiran masyarakat dijamannya belum mampu
memahaminya.
Contoh nyata saja saat beliau bercerita
mengenai perjalanan Isra’ dan
Mi’raj sejumlah orang malah
berbalik murtad dan menuduhnya berbohong dengan cerita yang tidak logis menurut
ukuran pemikiran manusia dijaman itu.; Sebab bagaimana mungkin manusia bisa
bolak-balik bepergian dari Mekkah ke Yerusalem hanya dalam waktu setengah malam
saja dan esoknya sudah ada lagi berkumpul dengan mereka dalam keadaan bugar.
Ditambah lagi Nabi meneruskan ceritanya tentang perjalanannya menuju luar
angkasa; sungguh ini cerita yang irrasional dan tidak dapat mereka pahami.
Namun saat waktu membawa kita keabad 20
sekarang, semua cerita Nabi tersebut menjadi sangat masuk akal, bepergian dari
Mekkah ke Yerusalem atau malah lebih jauh lagi dari sana dalam tempo yang
singkat bukan suatu isapan jempol atau dongeng sebelum tidur, karena peradaban
diabad 20 telah mengenal pesawat terbang, mengenal jet, mengenal roket dan
seterusnya yang mampu membawa manusia pergi dari satu daerah kedaerah lain yang
berjauhan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh sebab itulah, dalam rangka
memahami ayat mutasyabihat diperlukan metode dan teknologi yang menuntut pola
pikir luas.
Dia yang telah menurunkan Kitab kepadamu,
sebagian isinya berupa ayat-ayat yang muhkamat yaitu inti sari dari Kitab; dan
sebagian lainnya berupa ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang didalam
hatinya ada kesesatan, mencari-cari apa yang bersifat mutasyabihat untuk membuat
fitnah dan memberi penafsiran terhadapnya. Padahal tidaklah mengetahui
pemahamannya kecuali Allah dan orang-orang yang berilmu.; Katakanlah :
‘Kami beriman kepada-Nya,
semua ayat-ayat itu berasal dari Tuhan kami, dan tidaklah memahaminya kecuali
orang-orang yang memiliki pemikiran.’ – Qs. 3 Ali
Imron : 7
Demikianlah kiranya ayat tersebut memberi
penjabaran kepada kita, bagaimana Allah sendiri menyatakan ayat-ayat Muhkamat
sebagai inti dari wahyu yang Dia turunkan kepada Nabi Muhammad, bagaimana secara
jelas, tegas dan lugas bercerita mengenai prinsip Tauhid, bagaimana mengatur
kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara secara umum sehingga
Nabi Muhammad mampu dijadikan barometer (teladan) dalam kehidupan.
Sementara disisi lain, Allah juga menurunkan
wahyu yang bersifat samar, metafora yang sekali lagi masih memerlukan
penganalisaan lebih lanjut yang tidak bisa ditafsirkan secara sembarangan karena
hanya akan menimbulkan fitnah dan mengacaukan kehidupan bermasyarakat.
Surah Ali Imron ayat 7 ini menegaskan bahwa
pemahaman ayat-ayat mutasyabihat hanya diketahui oleh Allah sendiri dan
orang-orang yang berilmu, yaitu sebagaimana dipertegas-Nya kembali diakhir ayat
tersebut yaitu bagi mereka yang memiliki pemikiran.; Sudahkah kita memanfaatkan
akal kita untuk berpikir logis ?
Mengenai hal-hal yang tidak pernah ada
bimbingan atau pengarahan langsung oleh Nabi maupun para keluarga dan sahabatnya
yang terpimpin bukan berarti sesuatu itu tidak dibenarkan untuk dipelajari.
Sebab jika pemikiran yang demikian tidak kita luruskan maka akan membuat banyak
manusia meninggalkan ajaran Islam dengan menganggapnya sebagai agama yang
sempit, penuh kebodohan dan jauh dari nilai-nilai universal (rahmatan lil
‘alamin). Tidak perlu kita
mengulangi sejarah masa lalu dari orang-orang yang pernah mengingkari perlunya
belajar ilmu kalam, ilmu biologi maupun ilmu-ilmu lainnya bahkan mengecapnya
sebagai perilaku bid’ah [8].
Umat Islam harus bangkit, melepaskan pikirannya
dari semua kesempitan berpikir yang dogmatis. Islam pernah melahirkan tokoh
besar bernama Umar bin Khatab yang dibalik keteguhan keimanannya juga seorang
intelektual yang dengan intelektualitasnya itu berani mengemukakan ide-ide dan
melaksanakan tindakan-tindakan inovatif yang sebelumnya tidak pernah dicontohkan
oleh Nabi bahkan sepintas lalu justru bisa dipandang tidak sejalan dan cenderung
bertentangan dengan pengertian tekstual al-Qur’an dan sunnah padahal apa yang dilakukan
oleh Umar hanyalah sebuah tindakan dalam rangka mengaktualisasikan ajaran Islam
ditengah jaman yang sama sekali berbeda dengan jaman kehidupan Nabi sebelumnya.
Dan janganlah kamu jadikan nama Allah sebagai
penghalang untuk berbuat kebaikan, ibadah dan menjalin perdamaian antar
manusia
Qs. 2 al-Baqarah : 224
Qs. 2 al-Baqarah : 224
Contoh kisah Khalifah Umar bin Khatab yang
mengembalikan harta rampasan perang berupa tanah pertanian di Siria dan Irak
kepada penduduk setempat memang sempat mengundang perdebatan diantara beberapa
sahabat Nabi seperti Bilal (orang yang diangkat oleh Nabi sebagai muadzin
pertama) dengan merujuk pada surah al-anfal ayat 41 dan menyatakan bahwa Umar
sudah menyimpang dari al-Qur’an dan Sunnah :
Ketahuilah, bahwa apa yang kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnussabil (para pengembara), jika
memang kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba
Kami (Muhammad). - Qs. 8 al-anfal : 41
Pendapat Bilal memang memiliki dasar kuat apalagi Nabi sendiri pernah membagi-bagikan tanah pertanian Khaibar setelah dibebaskan dari kekuasaan orang Yahudi. Namun Umar menganggap bahwa umat Muslim tidak perlu terlalu kaku didalam memperlakukan ayat-ayat Qur’an dan perlu juga mempertimbangkan kondisi jaman yang dijalani.
Pendapat Bilal memang memiliki dasar kuat apalagi Nabi sendiri pernah membagi-bagikan tanah pertanian Khaibar setelah dibebaskan dari kekuasaan orang Yahudi. Namun Umar menganggap bahwa umat Muslim tidak perlu terlalu kaku didalam memperlakukan ayat-ayat Qur’an dan perlu juga mempertimbangkan kondisi jaman yang dijalani.
Ali bin Abu Thalib yang merupakan keluarga
paling dekat dengan Nabi, orang yang diamanahkan untuk mengurus jenasah beliau
saat wafat dan sekaligus satu-satunya orang yang pernah diangkat Nabi sebagai
saudara bagaikan persaudaraan Harun terhadap Musa dalam perang Tabuk mengatakan
dihari meninggalnya Umar bin Khatab :
Alangkah bahagianya ! Dia telah meluruskan yang
bengkok, mengobati sumber penyakit, menghindar dari masa kekacauan dan
menegakkan sunnah. Dia pergi dalam keadaan bersih; jarang bercela, meraih
kebaikan dunia dan selamat dari keburukannya.
Memenuhi ketaatan kepada Tuhannya dan mencegah
diri dari kemurkaan-Nya. Ia berangkat meninggalkan umat pada saat mereka berada
dijalan-jalan yang saling bersimpangan tak menentu arahnya, sedemikian sehingga
yang tersesat sulit beroleh petunjuk, yang sadarpun tak mampu meyakinkan diri
[9].
Mungkinkah penilaian Ali bin Abu Thalib
terhadap kepribadian Umar bin Khatab tersebut keliru? Tidakkah pola pikir dari
Umar bin Khatab juga mampu kita warisi untuk mengaktualisasikan ajaran Islam
dijaman penuh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini ? Jika nama Umar bin
Khatab yang hidup ditengah jaman padang pasir berhasil tercantum dalam buku
seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah karangan Michael H. Hart
[10] yang notabene bukan beragama Islam, bagaimana mungkin kita-kita yang hampir
setiap harinya bergelut dengan telepon seluler dan Internet masih mengembangkan
cara berpikir yang sempit ?
Ayat-ayat mutasyabihat masih menanti orang-orang seperti Umar bin Khatab untuk membuka rahasia yang terkandung didalamnya, semua ayat al-Qur’an sudah diperuntukkan oleh Allah bagi kemaslahatan hidup manusia tanpa ada pengecualian. Tidak inginkah kita memanfaatkannya ?
Ayat-ayat mutasyabihat masih menanti orang-orang seperti Umar bin Khatab untuk membuka rahasia yang terkandung didalamnya, semua ayat al-Qur’an sudah diperuntukkan oleh Allah bagi kemaslahatan hidup manusia tanpa ada pengecualian. Tidak inginkah kita memanfaatkannya ?
Referensi :
[1] Dr. Scott Peck, The Road Less Travelled, dikutip dari Lillian Too, dalam Explore The Frontiers Of Your Mind, Elex Media Komputindo, 1997, hal. 40
[2] Mengenai ini bisa dilihat pada buku tulisan
Dr. H.M. Rasjidi, Islam dan Kebatinan, Penerbit Jajasan Islam Studi Club
Indonesia, Jakarta
[3] Ayat ini menggambarkan bahwa Nabi Muhammad
tidak berkuasa menurunkan azab terhadap orang-orang yang mengingkarinya karena
hal menurunkan azab adalah urusan Allah, terserah kepada-Nya kapan dan bagaimana
azab tersebut akan terjadi, Allah maha mengetahui apa hikmah dari semuanya,
karena Dia yang memegang kunci dari urusan yang belum tampak secara lahiriah
saat itu.
[4] Ric A. Weinman,Tangan Anda dapat
menyembuhkan Panduan Penyaluran Tenaga, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta,
1990, hal. xi
[5] Willem Hogendoorn, Paranormal, kenyataan
dan gejala dalam kehidupan, Penerbit Dahara Prize, Semarang, 1991, hal.27
[6] Wahid Abdussalam Baly, Ilmu Sihir dan Penangkalnya, Tinjauan al-Qur’an, Hadits dan Ulama, dengan pengantar DR. H. Komaruddin Hidayat, Penerbit Logos Publishing House, 1995, Hal. 2.
[6] Wahid Abdussalam Baly, Ilmu Sihir dan Penangkalnya, Tinjauan al-Qur’an, Hadits dan Ulama, dengan pengantar DR. H. Komaruddin Hidayat, Penerbit Logos Publishing House, 1995, Hal. 2.
[7] A. Hassan, Soal Jawab Masalah Agama 3-4,
Penerbit Persatuan Bangil, hal. 1686 - 1688
[8] Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Penerbit PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hal. 102
[9] Mutiara Nahjul Balaghah : Wacana dan surat-surat Imam Ali r.a., Dengan pengantar Syaikh Muhammad Abduh untuk buku Syarh Nahjul Balaghah, Terj. Muhammad al-Baqir, Penerbit Mizan, 1999, hal. 66.
[8] Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Penerbit PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hal. 102
[9] Mutiara Nahjul Balaghah : Wacana dan surat-surat Imam Ali r.a., Dengan pengantar Syaikh Muhammad Abduh untuk buku Syarh Nahjul Balaghah, Terj. Muhammad al-Baqir, Penerbit Mizan, 1999, hal. 66.
[10] Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang paling
berpengaruh dalam sejarah, terj. H. Mahbub Djunaidi, Penerbit PT. Dunia Pustaka
Jaya, 1982, hal. 264-266
0 komentar:
Posting Komentar