03. NABI ISA (6 SM - 30 M)
Pengaruh Nabi Isa terhadap sejarah kemanusiaan
begitu jelas dan begitu besar. Rasanya tak banyak orang yang mempersoalkan
apa sebab Nabi Isa berada di tempat hampir teratas dalam daftar buku ini.
Malahan, mungkin banyak orang bertanya-tanya kenapa Isa tidak berada di
tempat teratas.
Akan halnya kekristenan, tak adalah kiranya
masalahnya. Dalam perjalanan sang waktu tak syak lagi agama ini sudah peroleh
pemeluk lebih besar dari agama lain yang mana pun juga. Perlu ditegaskan
bukanlah perihal pengaruh dari pelbagai agama yang menjadi titik perhitungan
di buku ini, melainkan ihwal yang menyangkut pengaruh perorangan. Tidaklah
seperti Agama Islam, Agama Nasrani didirikan bukan oleh seorang melainkan dua
-- Isa dan St.
Paul -- karena itu pengakuan jasa-jasa atas perkembangan agama itu harus
dibagi sama antara kedua tokoh itu.
Nabi Isa meletakkan dasar-dasar pokok gagasan
etika kekristenan termasuk pandangan spiritual serta ide pokok mengenai
tingkah laku.manusia. Sedangkan teologi Kristen dikelola dasar-dasarnya oleh
St. Paul. Isa mempersembahkan pesan-pesan spiritual sedangkan St. Paul
menambahkannya ke dalam bentuk pemujaan terhadap Isa. Lebih dari itu, St.
Paul merupakan penulis bagian-bagian penting Perjanjian Baru dan merupakan
penganjur pertama orang-orang agar memeluk Agama Nasrani pada abad pertama
lahirnya agama itu.
Isa terhitung berusia muda tatkala
"wafat" (lain halnya dengan Buddha
atau Muhammad),
dan yang ditinggalkannya hanya sejumlah terbatas pengikut. Tatkala Isa
mangkat, pengikutnya cuma terdiri dari sejumlah kecil sekte Yahudi. Baru
lewat tulisan-tulisan St. Paul dan kegigihan khotbahnya yang tak kenal lelah,
sekte kecil itu dirubah menjadi kekuatan dinamis dan merupakan gerakan yang
lebih besar, baik terdiri dari orang Yahudi maupun bukan. Dari
situlah-akhirnya- tumbuh menjadi salah satu agama besar dunia.
Akibat hal-hal itu sementara orang beranggapan
St.
Paul-lah dan bukan Isa yang lebih layak dipandang sebagai pendiri Agama
Nasrani, karena itu tempatnya dalam daftar urutan buku ini mesti lebih tinggi
ketimbang Isa! Biarpun sulit dibayangkan apa wujud kekristenan tanpa St.
Paul, tapi sebaliknya juga amatlah jelas: tanpa Nabi Isa, Agama Nasrani tak
akan pernah ada samasekali.
Sebaliknya, tampak tak beralasan menganggap
Isa bertanggung jawab terhadap semua keadaan seperti penilaian gereja-gereja
Kristen serta pribadi-pribadi pemeluk Agama Nasrani kemudian, khusus sejak
Isa sendiri tidak setuju dengan sikap-sikap seperti itu. Di antara mereka
-misalnya perang agama antar mazhab-mazhab Nasrani, penyembelihan kejam dan
pemburuan terhadap orang Yahudi- merupakan kontradiksi dengan sikap dan
ajaran Isa. Rasanya tak beralasan menganggap bahwa perbuatan itu disetujui
oleh Isa.
Di samping itu walau ilmu pengetahuan modern
pertama kali tumbuh di negeri-negeri pemeluk Nasrani di Eropa Barat tapi
rasanya tidak kena kalau hal itu dianggap sebagai tanggung jawab Isa. Dengan
sendirinya tak seorang pun di antara para pemuka pemeluk Kristen menafsirkan
ajaran Isa sebagai suatu seruan untuk melakukan penyelidikan ilmiah terhadap
dunia dalam arti fisik. Yang terjadi justru sebaliknya: berbondong-bondongnya
masyarakat Romawi memeluk Agama Nasrani mengakibatkan merosotnya baik dasar
umum teknologi maupun tingkat umum minat terhadap ilmu pengetahuan.
Bahwa ilmu pengetahuan kebetulan tumbuh di
Eropa sebenarnya suatu petunjuk adanya kultur yang diwariskan turun-temurun
yang selaras dengan jalan pikiran ilmiah. Ini samasekali tak ada
sangkut-pautnya dengan ajaran-ajaran Isa tapi berkat pengaruh rasionalisme
Yunani yang jelas tercermin dalam karya-karya Aristoteles dan Euclid. Adalah
perlu dicatat timbulnya ilmu pengetahuan modern bukanlah di masa jaya-jayanya
kekuasaan gerejani dan kesucian Kristen melainkan pada saat mulai
menyingsingnya renaissance, saat tatkala Eropa sedang mencoba memperbaharui
warisan sebelum Isa.
Kisah kehidupan Isa jika dikaitkan dengan
Perjanjian Baru tentulah sudah tidak asing lagi bagi para pembaca, karena itu
bisa membosankan jika dikunyah-kunyah lagi. Tapi, ada juga segi-segi yang
masih layak dicatat. Pertama, sebagian terbesar informasi yang kita peroleh
tentang kehidupan Isa tidak karu-karuan, simpang-siur tak menentu. Bahkan
kita tidak tahu siapa nama aslinya. Besar kemungkinan nama aslinya Yehoshua,
sebuah nama umum orang Yahudi (orang Inggris menyebutnya Yoshua). Dan tahun
kelahirannya pun tidaklah pasti, walaupun tahun 6 sebelum Masehi dapat dijadikan
pegangan.
Bahkan tahun wafatnya pun yang mestinya
diketahui dengan jelas oleh para pengikutnya, juga belum bisa dipastikan
hingga hari ini. Isa sendiri tidak meninggalkan karya tulisan samasekali,
sehingga sebetulnya segala sesuatu mengenai peri kehidupannya berpegang pada
penjelasan Perjanjian Baru.
Malangnya, ajaran-ajaran Isa bertentangan satu
sama lain dalam banyak pokok masalah. Matthew dan Lukas menyuguhkan versi
yang samasekali berbeda mengenai kata-kata akhir yang diucapkan Isa. Kedua
versi ini sepintas lalu tampak berasal dari kutipan-kutipan langsung dari
Perjanjian Lama.
Sesungguhnya bukanlah barang kebetulan Isa
mampu mcngutip dari Perjanjian Lama. Sebab, meskipun Isa pemuka Agama
Nasrani, dia sendiri sebetulnya seorang Yahudi yang taat. Sudah sering sekali
ditunjukkan bahwa Isa dalam banyak hal teramat mirip dengan nabi-nabi kaum
dari Perjanjian Lama dan dia terpengaruh secara mendalam dengan mereka.
Seperti halnya nabi-nabi, Isa memiliki pesona personalitas luar biasa yang
meninggalkan kesan mendalam dan tak terhapuskan begitu bertemu dengannya. Isa
seorang yang mempunyai daya kharisma dalam arti yang sesungguh-sungguhnya .
Berbeda sangat dengan Muhammad yang
menggenggam kekuasaan agama dan politik di satu tangan, Isa tidak yunya
pengaruh politis di masa hidupnya ataupun di abad berikutnya. (Kedua manusia
itu memang punya pengaruh tidak langsung dalam jangka panjang perkembangan
politik). Isa menyebar pengaruh sepenuhnya dalam ruang lingkup etika dan
merupakan seorang pemimpin spiritual.
Apabila peninggalan Isa semata-rnata dalam
kwalitas selaku pemuka spirituaI, tentu saja tepat jika orang mempertanyakan
sampai sejauh mana gagasan spiritualnya mempengaruhi dunia. Salah satu
sentral ajaran Isa tentu saja Golden Rule-nya. Kini, Golden Rule-nya itu
sudah diterima oleh banyak orang, apakah dia itu Nasrani atau bukan sebagai
patokan tingkah laku moral. Kita bisa saja berbuat tidak selalu atas dasar
patokan itu, tetapi sedikitnya kita mencoba menyelusuri relnya. Jika Isa
benar merupakan perumus pertama dari patokan dan petunjuk yang sudah diterima
sebagai hampir prinsip yang universal, bisa dipastikan dia layak didudukkan
pada urutan pertama daftar ini.
Tapi, fakta menunjukkan yang namanya, Golden
Rule itu sebenarnya sudah menjadi patokan yang jadi pegangan Yudaisme, jauh
sebetum Isa lahir. Pendeta Hillel, pemuka Yahudi yang hidup satu abad sebelum
Masehi secara terang-terangan mengatakan bahwa Golden Rule itu adalah patokan
utama Yudaisme.
Hal ini bukan saja diketahui oleh dunia Barat
melainkan juga Timur. Filosof Cina Kong Hu-Cu telah mengusulkan konsepsi ini
pada tahun 500 sebelum Masehi. Juga kata-kata seperti itu terdapat di dalam
Mahabharata, kumpulan puisi Hindu purba. Jadi, kenyataan menunjukkan bahwa
filosofi yang terkandung di dalam The Golden Rule diterima oleh hampir tiap
kelompok agama besar.
Apakah ini berarti Isa tak punya gagasan etik
yang orisinil? Bukan begitu! Pandangan yang bermutu tinggi dan terang
benderang di persembahkan dalam Matthew 5:43-44:
Kamu dengar apa yang dikatakan bahwa kamu
harus mencintai tetanggamu dan membenci musuhmu. Tapi kukatakan padamu,
kasihanilah mereka yang telah mengutukmu, berbuat baiklah kepada mereka yang
membencimu, berdoalah buat mereka yang menaruh dendam kepadamu dan menganiayamu.
Dan kalimat sebelumnya berbunyi " ...
janganlah melawan kejahatan. Jika mereka tampar pipi kananmu, berikan pipi
kirimu juga."
Kini, pendapat ini bukan merupakan bagian dari
Yudaisme di masa Isa dan bukan pula jadi bagian pegangan Agama-agama lain. Sudah
dapat dipastikan merupakan yang pernah terdengar. Apabila ide ini dianut
secara meluas, saya tidak ragu maupun bimbang sedikit pun menempatkan Yesus
dalam urutan pertama dalam daftar.
Tapi, kenyataan menunjukkan anutan ide itu
tidaklah meluas benar. Malahan, umumnya takkan bisa diterima. Sebagian besar
pemeluk Nasrani rnenganggap perintah "Cintailah musuhmu" hanyalah
bisa direalisir dalam dunia sempurna, tapi tidak bisa jalan selaku penuntun
tingkah laku di dunia tempat kita semua hidup sekarang ini. Umumnya ajaran
itu tidak dilaksanakan, dan pula tidak mengharapkan orang lain melakukannya.
Kepada anak-anak pun kita tidak memberi ajaran begitu. Ajaran Isa yang paling
nyata adalah tetap merupakan semacam ajaran yang bersifat kelompok dan secara
mendasar tak liwat anjuran yang teruji lebih dulu.
|
Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah
Michael H. Hart, 1978 Terjemahan H. Mahbub Djunaidi, 1982 PT. Dunia Pustaka Jaya Jln. Kramat II, No. 31A Jakarta Pusat |
0 komentar:
Posting Komentar