Beberapa tahun silam Maecenas Foundation bekerjasama dengan National
Geographic Society dan Waitt Institute for Historical Discovery yang berada di
California, AS berupaya menerjemahkan sebuah naskah kuno yang disebut Gospel of
Judas.
Naskah yang dibuat sekitar
Abad 2 Masehi ini menggambarkan perspektif yang sama sekali berbeda dengan apa
yang diyakini umat Katolik dan Kristen selama ini mengenai figur Yudas Iskariot.
Yudas umumnya dikenal sebagai pengkhianat, karena telah menyerahkan Yesus kepada
tentara Romawi untuk disalibkan.
Namun, dalam Gospel of Judas, Yudas
dijelaskan sebagai murid yang paling dipercaya oleh Yesus. Karena itulah, para
ahli mengklaim fakta ini memberi alternatif baru bagi umat Kristiani di seluruh
dunia terhadap figur Yudas.
Dalam teleconference yang digelar National
Geographic Society dan dihadiri oleh detikcom di Inke Maris & Associates di
Jl. KH Abdullah Syafi'ie 28, Tebet Jakarta Selatan, Jumat (7/4/2006), Profesor
Gregor Wurst, salah seorang peneliti dari Fakultas Teologi Katolik Universitas
Augsburg, Jerman berbagi kisah tentang penelitian ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui Gospel of
Judas pertama kali ditemukan di Mesir tahun 1970 silam. Wurst yang juga menjadi
salah satu editor penerjemahan naskah ini menuturkan, naskah ini telah berpindah
tangan beberapa kali dari beberapa kolektor hingga akhirnya diakuisisi dan
dimulai upaya penerjemahannya. Proses ini dimulai tahun 2002.
Sebuah tim
yang terdiri dari para ahli Injil dan ilmuwan memverifikasi keabsahan naskah
ini. Proses otentifikasi dilakukan dengan teknik radiocarbon dating, analisa,
dan pengambilan gambar multispektral. Tim ini juga meneliti sejarah modern dari
dokumen itu, semenjak ditemukan, termasuk proses konservasinya yang sangat rinci
menyeluruh.
"Berdasarkan penelitian, naskah ini dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya. Jenis huruf, tinta dan papyrus (jenis
kertas-red.) naskah menunjukkan ini dibuat pada sekitar Abad 2 Masehi, antara
tahun 180 Masehi sampai tahun 188 Masehi," urai Wurst.
Menyoal isi, apa
yang tertulis di Gospel of Judas memang sangat bertolakbelakang dengan citra
Yudas selama ini yang akrab dengan kelicikan dan pengkhianatan. Namun menurut
Wurst, dalam Gospel of Judas diceritakan figur Yudas sebagai salah satu murid
yang paling dekat dengan Yesus. Karena itulah, kemudian Yesus memintanya
mengorbankan citra dirinya dan menyuruh Yudas menyerahkan Yesus ke tangan
tentara Romawi.
Wurst sendiri menegaskan, penemuan ini adalah hal
ilmiah. Namun, hasil penelitian ini tidak mendapat tanggapan serius dari
tokoh-tokoh gereja di Amerika Serikat.
Rencananya, naskah Gospel of Judas
yang tertulis dalam bahasa Coptic tersebut akan dimuseumkan di Explorers Hall,
Museum National Geographic di Washington. Begitu proses konservasi yang
dilakukan selesai, naskah itu akan diserahkan kembali kepada negara asalnya,
Mesir, untuk disimpan di Museum Coptic di Kairo.
'Gospel of Judas' : Proses Uji Keaslian Naskah
Naskah kuno 'Gospel of Judas' menuliskan riwayat Yudas yang
bertolak belakang dengan riwayat Yudas yang beredar selama ini. Yudas disebutkan
sebagai murid yang paling dipercaya oleh Yesus, bukan sebagai pengkhianat.
Bagaimana otentisitas manuskrip ini?
Beberapa pihak meragukan
otentisitas atau keaslian naskah 'Gospel of Judas' ini. Namun para peneliti dari
National Geographic dan Maecenas Foundation for Ancient Art, dan Waitt Institute
for Historical Discovery menepis keraguan itu dengan membeberkan uji ilmiah yang
dilakukan terhadap naskah tersebut.
Para peneliti meyakini naskah papyrus
kuno tersebut telah ditulis sebelum tahun 300 Masehi. Menurut mereka, naskah ini
ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1970-an di padang pasir dekat Al
Minya, Mesir. Kemudian naskah itu beredar di penjual barang antik dari Mesir,
Eropa, AS dan kembali ke Eropa. Dalam perjalanannya, naskah ini sempat
diperjualbelikan dua kali dan dicuri satu kali. Kondisinya sekarang sangat
sangat memburuk.
Tapi, kapan gospel berbahasa koptik ini ditulis, dan
oleh siapa? Dalam teleconference yang digelar National Geographic Society dan
dihadiri oleh detikcom di Inke Maris & Associates di Jl. KH Abdullah
Syafi'ie 28, Tebet Jakarta Selatan, Jumat (7/4/2006), para peneliti dari ketiga
lembaga tersebut belum mau menjelaskan secara rinci. Penjelasan tentang hal ini
akan dipublikasikan dalam siaran di National Geographic beberapa hari mendatang.
Bagaimana proses yang terjadi, sehingga para peneliti tersebut yakin
bahwa manuskrip ini adalah otentik? Ada beberapa cara analisa mengenai proses
uji keaslian dokumen. Data yang diperoleh detikcom dari National Geographic,
sesuai penjelasan Wakil Ketua Program Missioni National Geographic, Terry
Garcia, pertama-tama dilakukan melalui uji karbon-14 (C-14) untuk menentukan
umurnya. Setelah itu digunakan pencitraan multi-spektrum yang merupakan
fotografi dengan infra merah.
Kemudian dilakukan analisa terhadap tinta.
Para ahli dapat memastikan keaslian dokumen itu dengan membandingkan isinya
dengan dokumen lain dari zaman yang sama. Untuk lebih meyakinkan, didatangkan
pakar tulisan kuno. Ini dilakukan untuk memeriksa tulisan, dan hasilnya adalah
tulisan pada papyrus tersebut sama dengan tulisan lain dari zaman
tersebut.
Contoh papyrus diuji oleh laboratorium penanggalan radio karbon
Universitas Arizona pada Januari 2005. Uji radio karbon menunjukkan bahwa usia
naskah tersebut diperkirakan berusia antara 220 - 340 Masehi. Ahli pengamat
tinta juga mengatakan hal serupa. Ahli penanggalan radiokarbon DR. Timothy Jull
dari Universitas Arizona, yang ditugaskan melakukan pengujian
ini.
Penanggalan radiokarbon mengukur jumlah molekul radio aktif yang
disebut karbon-14. Semua makhluk hidup menyerap karbon-14 secara bersama. Ketika
tanaman atau hewan mati, radio isotopnya membusuk, sehingga bisa mengukur umur
sesuatu yang pernah hidup.
Di laboratorium Arizona, potongan papyrus
dibakar dan proses pembusukan dipercepat dengan mesin penanggalan radiokarbon.
Hasilnya menunjukkan dokumen tersebut bertanggal sekitar 220 - 340
Masehi.
Para ilmuwan ternama yang telah mempelajari isi dan gaya bahasa
naskah tersebut juga mengatakan bahwa naskah tersebut memiliki kesamaan dengan
dokumen bersejarah lainnya dari era yang sama. Meski pengujian dengan cara
penanggalan radiokarbon dapat menunjukkan umur papyrus, tim peneliti mengaku
selalu ada kemungkinan naskah ini dipalsukan dengan cara mengambil potongan
papyrus tua dan menciptakan dokumen palsu untuk dijual di pasar barang
antik.
Agar lebih meyakinkan, National Geographic mendatangkan Joe Barabe
dari Asosiasi Mccrone di Illinois untuk menganalisa tintanya. Cara yang
digunakan Barabe adalah dengan mencari tinta yang digunakan pada zaman tersebut.
Dari penelitiannya, tinta yang paling tepat digunakan pada zaman itu
adalah tinta karbon yang dibuat dari abu dupa beserta asapnya dan dicampurkan
air dan getah Arab. Ada juga kemungkinan menggunakan tinta iron-gall. Dari
Pemeriksaan awal, hasilnya menjanjikan. Tinta karbon akan tertera pada
permukaan, dan tidak terserap ke dalam serat kertas.sumber : Swaramuslim.net
0 komentar:
Posting Komentar