Ahmad, seorang santri Darul Ilmi Cendekia penasaran dengan jumlah juzu’
yang dihafalkan temannya. Alih-alih menjawab pertanyaan itu, sang hafidz
hanya berkata, “[Ini] privacy,” katanya sambil tersenyum.
Namun rasa ingin tahu Ahmadd menyeretnya pada sebuah momen haru, saat ia
mendapatkan informasi dari kawannya bahwa sang hafidz sudah hafal 30
juz. Tabaarakallah, sungguh tawadhu saudara kita yang baru berusia 20
tahun (tahun 2011) ini. Entah dari umur berapa dia hafal Al-Qur’an.
Dari keterharuan dan rasa iri yang positif itu, Ahmad beroleh hikmah
bahwa, kita harus belajar melihat orang lain sebagai inspirasi, bukan
pembanding, apalagi sebagai saingan dalam arti negatif.
Menurut Thiffal Izzah Ramadhani yang menceritakan keteladan sang hafidz
bahwa, adik sang hafidz juga sudah hafal Al-Qur’an dari kecil. Yang
-atas kemudahan dan kemurahan Allaahu Ta’ala- berperan besar
mengantarkannya untuk masuk ke dalam agama Islam, agama yang paling
mulia ini. Subhanallaah.
“Adiknya yang bernama Syafa itu hafal Al-Qur’an kurang lebih sejak umur 6 TAHUN,” ujar sang muallaf.
Allahu akbar, ternyata kisah anak usia 6 tahun hafal Al-Qur’an itu bukan
hanya ada di zaman Imam Syafi’i. Sang muallaf akhirnya mulai tahu juga
bahwa salah satu standar (bukan satu-satunya) seorang penuntut ilmu
adalah dilihat dari seberapa jauh interaksinya dengan Al-Qur’an.
Istimewa sekali bukan? Seseorang ternyata bisa memperoleh kekuatan,
kemapanan, dan kemudahan dari Allah Ta’ala dalam hafalan, terutama
hafalan Al-Qur’an. Apalagi di usia muda belia. Lebih-lebih lagi kalau
masih kecil imut.
Dari kebiasaan sang hafidz menghafal Qur’an, didapati beberapa cara berikut yang bisa kita terapkan dengan mudah. Insyaa Allah.
Misalnya anda menghafalkan sebuah surah dalam Al-Qur’an yang terdiri
atas 6 ayat, bagi saja surah tersebut menjadi dua bagian, masing-masing 3
ayat.
3 ayat pertama diulang-ulang 20x, 3 ayat kedua diulang-ulang 20x. Jika
sudah selesai, lalu 6 ayat tersebut digabung dan diulang sebanyak 20x.
Teruskan begitu untuk surah-surah yang selanjutnya. Lihat gamba diatas agar
lebih mudah dipahami.
Lantas bagaimana cara menambah hafalan pada hari berikutnya?
Jika anda ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya, maka sebelum
menambah dengan hafalan baru, maka anda harus membaca hafalan lama dari
ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali juga. Hal ini supaya
hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam ingatan anda, kemudian anda
memulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang anda lakukan
ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.
Lalu bagaimana cara mengulang Al-Qur’an (30 juz) setelah menyelesaikan muraja’ah di atas?
Mulailah mengulang Al-Qur’an secara keseluruhan dengan cara setiap
harinya mengulang 2 juz, dengan mengulangnya 3 kali dalam sehari. Dengan
demikian, anda akan bisa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap dua minggu
sekali. Dengan cara ini maka dalam jangka satu tahun insyaa Allah anda
telah mutqin (kokoh) dalam menghafal Al-Qur’an, dan lakukanlah cara ini
selama satu tahun.
Apa yang dilakukan setelah menghafal Al-Qur’an selama satu tahun?
Setelah menguasai hafalan dan mengulangnya dengan itqan (mantap) selama
satu tahun, jadikanlah Al-Qur’an sebagai wirid harian anda hingga akhir
hayat, karena itulah yang dilakukan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi
wasallam semasa hidupnya. Beliau membagi Al-Qur’an menjadi tujuh bagian
dan setiap harinya beliau mengulang setiap bagian tersebut, sehingga
beliau mengkhatamkan Al-Qur’an setiap 7 hari sekali.
Aus bin Huzaifah rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada para sahabat
Rasulullah bagiamana cara mereka membagi Al-Qur’an untuk dijadikan
wirid harian? Mereka menjawa, “Kami kelompokan menjadi 3 surat, 5 surat,
7 surat, 9 surat, 11 surat, dan wirid mufashal dari surat Qaaf hingga
khatam (Al-Qur’an).” (HR. Ahmad).
Jadi mereka membagi wiridnya sebagai berikut:
Hari pertama: membaca surat “Al-Fatihah” hingga akhir surat “An-Nisa'”,
Hari kedua: dari surat “Al-Maidah” hingga akhir surat “At-Taubah”,
Hari ketiga: dari surat “Yunus” hingga akhir surat “An-Nahl”,
Hari keempat: dari surat “Al-Isra'” hingga akhir surat “Al-Furqon”,
Hari kelima: dari surat “Asy Syu’ara” hingga akhir surat “Yasin”,
Hari keenam: dari surat “Ash-Saffatt” hingga akhir surat “Al-Hujurat”,
Hari ketujuh: dari surat “Qaaff” hingga akhir surat “An-Naas”.
Para ulama menyingkat wirid Nabi dengan Al-Qur’an menjadi kata, ” Fami
bisyauqin ( فم ي ب شوق ) “, dari masing-masing huruf tersebut menjadi
simbol dari surat yang dijadikan wirid Nabi pada setiap harinya, maka:
huruf “fa” simbol dari surat “Al-Fatihah”, sebagai awal wirid beliau hari pertama,
huruf “mim” simbol dari surat “Al-Maidah”, sebagai awal wirid beliau hari kedua,
huruf “ya” simbol dari surat “Yunus”, sebagai wirid beliau hari ketiga,
huruf “ba” simbol dari surat “Bani Israil (nama lain dari surat al isra)”, sebagai wirid beliau harikeempat,
huruf “syin” simbol dari surat “Asy Syu’ara”, sebagai awal wirid beliau hari kelima,
huruf “wau” simbol dari surat “Wa Shaffat”, sebagai awal wirid beliau hari keenam,
huruf “qaaf” simbol dari surat “Qaaf”, sebagai awal wirid beliau hari ketujuh hingga akhir surat “An-Naas”.
Bagaimana cara membedakan antara bacaan yang mutasyabih (mirip) dalam Al-Qur’an?
Cara terbaik untuk membedakan antara bacaan yang hampir sama
(mutasyabih) adalah dengan cara membuka mushaf, lalu bandingkan antara
kedua ayat tersebut dan cermatilah perbedaan antara keduanya. Kemudian,
buatlah tanda yang bisa untuk membedakan antara keduanya, dan ketika
anda melakukan muraja’ah hafalan perhatikan perbedaan tersebut.
Ulangilah secara terus-menerus sehingga anda bisa mengingatnya dengan
baik dan hafalan anda menjadi kuat (mutqin).
Sumber: arrahmah.com
0 komentar:
Posting Komentar